FAKTOR
PENYEBAB KETIDAKHADIRAN IBU YANG MEMILIKI BALITA KE POSYANDU
Pengetahuan yang di miliki oleh ibu balita bahwa
sebagian besar mereka belum mengetahui manfaat secara menyeluruh tentang fungsi
dari posyandu itu selama ini mereka hanya melakukan imunisasi saja dan setelah
anak mereka berumur 1 tahun lebih maka kegiatan kunjungan ke posyandu
berangsur-angsur mengalami penurunan dan tidak rutin lagi.
Berdasarkan penjelasan
diatas maka akan dijabarkan beberapa faktor yang berhubungan dengan kunjungan ibu yang memiliki balita ke posyandu yang meliputi beberapa factor.
Kesehatan anak merupakan faktor yang sangat
menentukan kesehatan bangsa dan Negara
dikemudian hari, karena anak calon generasi penerus yang akan melanjutkan tugas generasi
pendahulunya untuk membangun bangsa dan Negara. Oleh karena itu dibutuhkan generasi
penerus yang kuat, tangguh, sehat jasmani, rohani dan sosialnya. Untuk mewujudkannya
pemerintah bersama masyarakat berupaya mengadakan berbagai program dibidang
kesehatan seperti posyandu, adanya imunisasi, dan program perbaikan gizi lainnya,
yang semua itu diharapkan dapat mensejahterakan kehidupan bangsa terutama bagi
anak-anak sebagai generasi penerus bangsa. Namun dalam prakteknya, program ini
masih mengalami pasang surut dan belum sepenuhnya mampu mengatasi
masalah-masalah yang muncul sebagai dampak dari kemiskinan dan keterbelakangan
masyarakat pedesaan secara umum. Dengan demikian masalah kesehatan anak perlu
mendapat perhatian khusus terutama mengenai gizi dan pemeliharaan kesehatan
dalam pola asuh yang dijalankan oleh orangtuanya. Pola asuh merupakan
suatu sistem atau cara-cara pembinaan yang diberikan seseorang kepada orang
lain dalam hal ini adalah pola asuh yang diberikan ibu terhadap anak usia 0-5 tahun.
Pendapat diatas jelas memberikan gambaran yang nyata bahwa pola asuh yang
diberikan pengasuh kepada seorang anak sama hal dengan berbagai usaha seorang pengasuh
(ibu) dalam memberikan makanan dan minuman secara teratur,merawat kesehatan
anak, memberikan kasih sayang dengan spenuh hati serta usahanya dalam
memelihara kesehatan anak agar dapat tumbuh dan berkembang dengan baik.
Faktor-faktor
tersebut meliputi :
1. Pendidikan
Pendidikan
dikatakan sebagai salah satu syarat mutlak untuk berpartisipasi. Pendidikan
dianggap dapat mempengaruhi sikap hidup seseorang terhadap lingkungannya, suatu
sikap yang diperlukan bagi peningkatan kesejahteraan seluruh masyarakat.
Rendahnya tingkat pendidikan erat kaitannya dengan perilaku ibu dalam
memanfaatkan sarana kesehatan (Posyandu). Tingkat pendidikan ibu yang rendah
mempengaruhi penerimaan informasi sehingga pengetahuan tentang Posyandu
terbatas. Tingkat pendidikan ibu yang rendah merupakan penghambat dalam
pembangunan kesehatan, hal ini disebabkan oleh sikap dan perilaku yang
mendorong kesehatan masih rendah. Semakin tinggi tingkat pendidikan ibu,
mortalitas dan morbiditas akan semakin menurun. Sehingga semakin tinggi tingkat
pendidikan ibu maka kesadaran untuk berkunjung ke Posyandu semakin aktif.
2. Status Pekerjaan
Banyak ibu-ibu bekerja nafkah, baik
untuk kepentingan sendiri maupun
keluarga. Faktor bekerja saja Nampak berpengaruh pada peran ibu yang memiliki balita
sebagai timbulnya suatu masalah pada ketidakaktifan ibu kunjungan ke
posyandu, karena mereka mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan yang
belum cukup, yang berdampak pada tidak adanya waktu para ibu balita untuk aktif
pada kunjungan ke posyandu, serta
tidak ada waktu ibu mencari informasi karena kesibukan mereka dalam bekerja. Kondisi
kerja yang menonjol sebagai faktor yang mempengaruhi
ketidakaktifan (Depkes, 2002). Hal ini dapat menyebabkan rendahnya frekuensi ibu
yang memiliki balita untuk kunjungan ke posyandu akan
berkurang.
3. Tingkat Pendapatan
Pendapatan biasanya berupa uang yang
mempengaruhi daya beli seseorang
untuk membeli sesuatu. Pendapatan merupakan faktor yang paling menentukan
kuantitas maupun kualitas makanan sehingga ada hubungan yang erat
antara pendapatan dengan keadaan balita. Namun,
pendapatan
yang meningkat tidak merupakan kondisi yang menunjang bagi keadaan kesehatan
balita yang memadai .
4. Umur Balita
Faktor umur balita merupakan faktor yang
paling berpengaruh terhadap
kunjungan ibu yang memiliki balita ke Posyandu. Umur balita yang berkunjung di
Posyandu yaitu anak Batita umur 12 – 35 bulan dan anak Balita umur 36 –
59 bulan. Sedangkan umur Balita dari 12 – 35 bulan merupakan umur yang
paling berpengaruh pada kunjungan ke Posyandu.
5. Jumlah Balita
Jumlah balita merupakan individu yang
menjadi tanggungan keluarga.
Jumlah balita dalam suatu keluarga mempengaruhi perhatian seorang ibu kepada
balitanya, dimana semakin banyak anak dalam keluarga akan menambah
kesibukan ibu dan pada akhirnya tidak punya waktu untuk keluarga
dan akan gagal membawa balita ke posyandu
6. Tingkat Pengetahuan
Pengetahuan dapat membentuk suatu sikap
dan menimbulkan suatu perilaku
di dalam kehidupan sehari-hari (Notoatmodjo, 2003). Tingkat pengetahuan tentang
posyandu pada kader kesehatan yang tinggi dapat membentuk sikap positif
terhadap program posyandu khususnya
ketidakaktifan
ibu balita untuk kunjungan ke posyandu, pada gilirannya akan mendorong seseorang untuk aktif
dan ikut serta dalam pelaksanaan posyandu.
Tanpa adanya pengetahuan maka para ibu balita sulit dalam menanamkan kebiasaan
kunjungan ke posyandu. Pengetahuan tentang posyandu akan berdampak
pada sikap terhadap manfaat yang ada dan akan terlihat dari praktek
dalam ketidakaktifan ibu balita terhadap masalah kesehatan balitanya. Tingkat pengetahuan
seseorang banyak mempengaruhi perilaku individu, dimana semakin tinggi tingkat
pengetahuan seorang ibu tentang manfaat
posyandu, maka semakin tinggi pula tingkat kesadaran untuk berperan serta dalam
program posyandu. Pengetahuan tentang posyandu yang rendah akan
menyebabkan rendahnya tingkat kesadaran ibu yang memiliki balita untuk
berkunjung ke posyandu.
7. Sikap
Sikap
merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap
suatu stimulus atau objek. Sikap
mempunyai berbagai tingkatan yaitu :
a) Menerima
(Receiving)
Menerima diartikan bahwa orang (subjek)
mau dan mempertahankan stimulus
yang diberikan (objek). Misalnya sikap orang terhadap gizi dapat dilihat dari
kesediaan dan perhatian orang itu terhadap ceramahceramah tentang gizi.
b) Merespon
(Responding)
Memberikan jawaban apabila ditanya,
mengerjakan, dan menyelesaikan
tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Karena dengan suatu
usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan,
terlepas dari pekerjaan itu benar atau
salah, adalah berarti bahwa orang menerima ide tersebut.
c) Menghargai
(Valuing)
Mengajak orang lain untuk mengerjakan
atau mendiskusikan suatu masalah
adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga. Misalnya : seorang ibu yang mengajak ibu
yang lain (tetangganya, saudaranya, dan sebagainya) untuk pergi
menimbangkan anaknya ke posyandu, atau mendiskusikan tentang gizi, adalah suatu
bukti bahwa si ibu tersebut telah
mempunyai sikap positif terhadap gizi anak.
d) Bertanggung
jawab (Responsible)
Bertanggung jawab atas segala sesuatu
yang telah dipilihnya dengan segala
resiko merupakan sikap yang paling tinggi. Misalnya, seorang ibu mau menjadi
akseptor KB, meskipun mendapat tantangan dari atau orang tuanya
sendiri. Dalam
pelaksanaanya, posyandu banyak mengalami kendala dan kegagalan walaupun ada juga yang
berhasil.
8. Jarak
Jarak antara tempat
tinggal dengan posyandu sangat mempengaruhi ibu untuk hadir atau berpartisipasi
dalam kegiatan posyandu. Hal tersebut sesuai dengan yang dinyatakan oleh
Lawrence Green dalam Notoatmodjo (2003) bahwa faktor lingkungan fisik atau
letak geografis berpengaruh terhadap perilaku seseorang atau masyarakat
terhadap kesehatan. Ibu balita tidak datang ke posyandu disebabkan karena rumah
balita tersebut jauh dengan posyandu sehingga ibu balita tersebut tidak datang
untuk mengikuti kegiatan posyandu. Demikian juga sesuai yang dikemukakan WHO
dalam Notoatmodjo (3003) yang menyatakan bahwa sikap akan terwujud di dalam
suatu tindakan tergantung dari situasi pada saat itu. Ibu balita mau datang ke
posyandu tetapi karena jaraknya jauh atau situasi kurang mendukung maka balita
tidak berkunjung ke posyandu.
9. kader
Kehadiran kader mutlak dibutuhkan dalam
Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) yang merupakan salah satu bentuk upaya kesehatan
bersumber daya masyarakat (UKBM), yaitu suatu upaya yang dilandasi peran-serta
masyarakat, adalah suatu
strategi untuk memelihara kelangsungan hidup di samping untuk membina tumbuh
kembang anak secara sempurna
baik fisik maupun mental. Dari berbagai kepustakaan diperoleh informasi bahwa
peran-serta masyarakat khususnya sebagai kader
tidak dapat timbul begitu saja tetapi harus ada motivasi dari pihak lain yang
sifatnya terus menerus.
Motivasi tersebut dapat berasal dari lingkungan, yaitu pemerintah atau swasta,
dan dapat juga berasal dari masyarakat
sendiri. Motivasi yang berasal dari pemerintah atau swasta lebih bersifat
temporer sedangkan motivasi yang berasal
dari masyarakat, antara lain seperti sumber daya manusia termasuk tokoh
masyarakat atau kepala desa (kades) diharapkan akan menjadi motivator yang
sifatnya lebih berkesinambungan. Namun, dalam pelaksanaannya, posyandu banyak mengalami
kendala dan kegagalan walaupun ada juga yang berhasil. Kegagalan tersebut
disebabkan antara lain karena
di sana-sini banyak terjadi angka putus (drop-out) kader karena
kurang/tidak adanya motivasi dari kades. Penelitian kualitatif
telah dilakukan untuk mendapatkan ciri kepemimpinan, sementara telah dilakukan
pula penelitian bersifat
kuantitatif secara cross sectional untuk membuktikan bermakna tidaknya
pengaruh kepemimpinan tersebut.
Hasil analisis penelitian ini, baik secara kualitatif maupun secara
kuantitatif, memperlihatkan adanya hubungan antara kepemimpinan dengan
sikap kader; demikian juga kehadiran kader di Posyandu secara signifikan. Dapat disimpulkan bahwa
adanya angka putus kader (drop-out) adalah karena kepemimpinan kades
yang tidak berjalan dengan
semestinya, yang juga sangat berpengaruh, baik terhadap sikap kader maupun
kehadirannya di Posyandu/peranserta masyarakat.
SARAN
1.
Masyarakat dibekali
informasi yang tepat dan akurat mengenai
posyandu dan pentingnya kegiatan posyandu, khususnya kepada ibu balita supaya
pengetahuan mereka tentang posyandu berkembang. Sebaiknya hal tersebut
disampaikan oleh orang yang sudah ahlinya/kompeten di bidang tersebut sehingga
masyarakat lebih mudah dipersuasif.
2.
Pihak posyandu sebaiknya tidak
hanya menjalankan tugasnya dalam bentuk kegiatan fisik saja tetapi juga aktif
dalam memberikan penyuluhan mengenai perawatan yang baik terhadap anak balita,
mengingat pengetahuan responden tentang hal ini masih kurang.
3.
Seluruh komponen masyarakat terutama ibu yang memiliki balita agar
selalu berkomitmen untuk meningkatkan peran serta aktifnya dalam kegiatan
Posyandu dan menjadikan Posyandu sebagai suatu kebutuhan untuk mengetahui
tumbuh kembang balita.