INFORMATION AND TECHNOLOGY IN PUBLIC HEALTH PERSPEKTIVE



INFORMATION AND TECHNOLOGY IN PUBLIC HEALTH PERSPEKTIVE

VISI KOMINFO :
Terwujudnya masyarakat informasi yang sejahtera melalui penyelenggaraan komunikasi dan
informatika yang efektif dan efisien dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia


Kegunaan teknologi informasi saat ini telah mencakup hampir di semua bidang ilmu, tidak terkecuali di bidang ilmu kesehatan. Saat ini perkembangan bidang teknologi sangat berkembang pesat terutama dalam dunia IT (Informatic Technology). Perkembangan dunia IT berimbas juga pada perkembangan berbagai macam aspek kehidupan manusia. Salah satu aspek yang terkena efek perkembangan dunia IT adalah kesehatan. Dewasa ini dunia kesehatan modern telah memanfaatkan perkembangan teknologi untuk meningkatkan efisiensi serta efektivitas dalam pelaksanaannya. Diharapkan dengan berkembangnya teknologi di bidang kesehatan, serta semakin majunya teknologi informasi dan komunikasi (ICT), maka diharapkan pelayanan yang diberikan akan semakin berkualitas dan dapat dipertanggungjawabkan.

Sejak ditetapkannya Indonesia Sehat 2010 sebagai visi Kesehatan, maka Indonesia telah menetapkan pembaharuan kebijakan dalam pembangunan kesehatan, yaitu paradigma sehat yang inti pokoknya adalah menekankan pentingnya kesehatan sebagai hak asasi manusia, kesehatan sebagai investasi bangsa dan kesehatan sebagai titik sentral pembangunan nasional (Budiharto,dkk , 2006). Sehubungan dengan hal ini maka perlu dikembangkan sistem informasi kesehatan nasional dan kesehatan daerah yang terpadu yang mampu menghasilkan data/informasi yang akurat, tepat waktu dan lengkap, sehingga mampu menjadi bagian utama dari pengambilan keputusan, khususnya bagi institusi pelayanan kesehatan yaitu rumah sakit dan puskesmas.
Ditinjau dari Visi, Misi dan Struktur Organisasi yang dibangun oleh dinas kesehatan tak perlu diragukan lagi keseriusan dan mantapnya konsep pelayanan kesehatan di Indonesia. Andaikata semua bagian mampu bergerak sesuai dengan peran dan fungsinya tentu slogan Indonesia Sehat tak sekedar indah ditulis dan diseminarkan saja. Menelisik lebih jauh terhadap perangkat kesehatan dan beban tugas yang menjadi tanggung jawabnya mungkin sedikit bisa mengurai kusutnya problematika kesehatan yang dihadapi. Dengan mengetahui permasalahan yang ada, diharapkan akan memudahkan upaya untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan bagi masyarakat.
Banyak hal dalam kegiatan pelayana kesehatan masyarakat bisa memanfaatkan teknologi informasi. SIK, SIMPUS, website, dll adalah salah satu bentuk pemanfaatannya. Yang tak kalah penting adalah bagaimana memaksimalkan aplikasi-aplikasi yang sudah ada tersebut. Jangan sampai aplikasi dibangun kemudian dibiarkan saja dan hanya sebagai koleksi. Teknologi informasi adalah jalur pintas untuk memangkas kendala kesulitas akses wilayah, dan mempercepat komunikasi data.
Pemanfaatan Ti di bidang Kesehatan Masyarakat:
1.             Rekam medis Berbasis Komputer (Computer Based Patient Record)

          Salah satu tantangan besar dalam penerapan teknologi informasi dan komunikasi di rumah sakit adalah penerapan rekam medis berbasis komputer. Pengertian rekam medis berbasis komuter bervarisai, akan tetapi, secara prinsip adalah penggunaan database untuk mencatat semua data medis, demografis serta setiap event dalam mmanajemen pasien di rumah sakit. Rekam medis berbasis komputer akan menghimpun berbagai data klinis pasien baik yang berasal daarihasil pemeriksaan dokter, digitasi dari alat diagnosisi (EKG), radiologi, dll), konversi hasil pemeriksaan laboratorium maupun interpretasi klinis. Rekam medis berbasis komputer yang lengkap biasanya disertai dengan fasilitas pendukung keputusan(SPK) yang memungkinkan pemberian alert, reminder, bantuan diagnosis maupun terapi agar dokter maupun klinisi dapat mematuhi protokol klinik.

2.             Teknologi Penyimpan data Portabel

        Salah satu aspek penting dalam pelayanan kesehatan yang menggunakan pendekatan rujukan (referral system) adalah continuity of care. Dalam konsep ini, pelayanan kesehatan di tingkat primer memiliki tingkat konektivitas yang tinggi dengan tingkat rujukan di atasnya. Salah satu syaratnya adalah adanya komunikasi data medis secara mudah dan efektif. Beberapa pendekatan yang dilakukan yaitu dengan menggunakan teknologi informasi adalah penggunaan smart card (kartu cerdas yang memungkinkan penyimpanan data yang bersifat sementara).
Aplikasi penyimpan data portabel sederhana adalah bar code (atau kode batang). Kode batang ini seudah jamak digunakan di kalangan industri sebagai penanda unik merek dagang tertentu. Hal ini jelas sekali mempermudah supermarket dan gudang dalam manajemen retail dan inventori. Food and Drug Administration (FDA) di AS telah mewajibkan seluruh pabrik obat di AS untuk menggunakan barcode sebagai penanda obat. Penggunaan bar code juga akan bermanfaat bagi apotik dan instalasi farmasi di rumah sakitdalam mempercepat proses inventori. Selain itu, penggunaan barcode juga dapat digunakan sebagai penanda unik pada kartu dan rekam medis pasien.
Teknologi penanda unik yang sekarang semakin populer adalah RFID (Radio Frequency Identifier) yang memungkinkan pengidentifikasian identitas melalui radio frekuensi. Jika menggunakan barcode, rumah sakit masih memerlukan barcode reader, maaka penggunaan RFID akan mengeliminasi penggunaan alat tersebut. Setiap barang (misalnya obat ataupun berkas rekam medis) yang disertai dengan RFID akan mengirimkan sinyal terus menerus ke dalam database komputer. Sehingga pengidentifikasian akan berjalan secara otomatis.

3.             Teknologi Nirkabel

          Pemanfaatan jaringan computer dalam dunia medis sebenarnya sudah dirilis sejak hampir 40 tahun yang lalu. Pada tahun 1976/1977, University of Vermon Hospital dan Walter Reed Army Hospital mengembangkan local area network (LAN) yang memungkinkan pengguna dapat log on ke berbagai komputer dari satu terminal di nursing station. Saat itu, media yang digunakan masih berupa kabell koaxial. Saat ini, jaringan nirkabel menjadi primadona karena pengguna tetap tersambung ke dalam jaringan tanpa terhambat mobilitasnya oleh kabel. Melalui jaringan nirkabel, dokter dapat selalu terkoneksi ke dalam database pasien tanpa harus terganggu mobilitasnya.

4.             Komputer Genggam (PDA/Personal Digital Assistant)

Saat ini, penggunaan komputer genggam (PDA) menjadi hal yang semakin lumrah di kalangan medis. Di Kanada, limapuluh persen dokter yang berusia di bawah 35 tahun menggunakan PDA karena dapat digunakan untuk menyimpan berbagai data klinis pasien, informasi obat, maupun panduan terapi/penanganan klinis tertentu. Beberapa situs di internet memberikan contoh aplikasi klinis yang dapat digunakan di PDA seperti epocrates. Pemanfaatan PDA yang sudah disertai dengan jaringan telepon memungkinkan dokter tetap dapat memiliki akses terhadap database pasien di rumah sakit melalui jaringan internet. Salah satu contoh penerapan teknologi telemedicine adalah pengiriman data radiologis pasien yang dapat dikirimkan secara langsung melalui jaringan GSM. Selanjutnya dokter dapat memberikan interpretasinya secara langsung PDA dan memberikan feedback kepada rumah sakit.




pda.jpg 




                                                                        Gambar 1. PDA (Personal Digital Assistant)


5.             Rekam Kesehatan Elektronik/ Electronic Health Record (EHR)
       Rekam kesehatan elektronik sangat penting dalam adopsi HIT. Dokumen ini terdiri dari profil kesehatan pribadi pasien yang mendokumentasikan riwayat medis pasien, catatan perkembangan kesehatan seumur hidup pasien. Apabila pendokumentasian dengan berbasis kertas, maka akan memiliki kekurangan dalam menyusun riwayat seumur hidup pasien yang panjang, ambigu dalam proses pencatatan, data tidak lengkap, fragmentasi dan tulisan tangan tidak terbaca (Dick & Steen, 1997 dalam Liu 2009).
       EHR dengan adopsi HIT akan memiliki kelebihan diantaranya komputer akan menyimpan data informasi kesehatan tentang satu orang dan dapat dihubungkan oleh sebuah identifier orang (Waegemann, 2002). Sedangkan dokumentasi EHR berbasis kertas tidak hanya gagal untuk memenuhi kebutuhan untuk data instan tetapi juga mengambil kelemahan disajikan dalam informasi kesehatan rekaman pasien, misalnya: tidak ada struktur standar dan sulit untuk membaca tulisan tangan (Walsh, 2004 dalam Liu 2009). Wang dkk, 2003 dalam Liu (2009), memberikan kerangka untuk memperkirakan dampak keuangan dalam perbandingan antara EHR dan catatan pasien berbasis kertas. Dilaporkan bahwa penyedia diperkirakan bertambah 86.400 USD untuk menggunakan EHR dalam 5 - periode tahun dengan berbasis kertas (Wang, et al., 2003). Millier et al. (2007) Informasi Kesehatan dan Manajemen Sistem Masyarakat (HIMSS) mendefinisikan EHR pada situs web mereka sebagai: “suatu catatan elektronik longitudinal informasi kesehatan pasien yang dihasilkan oleh satu atau lebih pertemuan dalam pengaturan pemberian perawatan. Termasuk dalam informasi ini adalah demografi pasien, catatan perkembangan, masalah, obat-obatan, tanda-tanda vital, riwayat medis masa lalu, imunisasi, data laboratorium dan laporan radiologi (HIMSS, 2006).
       Definisi dan penjelasan di atas menunjukkan bahwa EHR adalah alat yang memungkinkan informasi kesehatan untuk disimpan dalam format elektronik dan memungkinkan hanya pengguna yang berwenang yang dapat mengakses di beberapa lokasi, dan real-time. Hal ini juga penting untuk dicatat bahwa beberapa istilah EHR lainnya adalah seperti: Rekam Pasien Elektronik (EPR), Electronic Medical Record (EMR), atau Komputer Berbasis Rekam Pasien (CPR). Meskipun terdapat berbagai sinonim untuk EHR, secara harfiah EHR adalah istilah yang secara luas dipakai oleh sebagian besar literature pada saat ini.
Singkatnya, EHR mendukung tidak hanya catatan klinis, tetapi juga pengumpulan data untuk penggunaan seperti: penagihan, manajemen mutu, pelaporan hasil, perencanaan sumber daya, dan survailen kesehatan publik penyakit dan pelaporan. Namun, survei menunjukkan bahwa sebagian besar EHR belum meluas untuk rawat inap dan rawat jalan (Ash & Bates, 2005 dalam Liu 2009).
EHR.jpg
Gambar 2. EHR (Electronic Health Record)
6.           Komputerisasi Masukan Order Dokter/ Computerized Physician Order Entry (CPOE)
Komputerisasi masukan order dokter/ CPOE adalah aplikasi yang umum ditemukan untuk HIT. Ini adalah sistem resep obat elektronik yang digunakan pada waktu pengobatan, diperintahkan dan diisi. Pemanfaatan CPOE dianggap dapat meningkatkan kualitas dengan standardisasi proses dan dengan menyediakan bimbingan dokter yang merawat pasien (Kuperman & Gibson, 2003 dalam Liu 2009). Misalnya, CPOE dapat memberikan peringatan pada dosis obat ketika indikator tertentu keluar dari rentang yang ditetapkan (Kuperman, et al., 2007). Meskipun ada berbagai fitur yang berhubungan dengan sistem CPOE (misalnya, memesan, keselamatan pasien, penagihan), yang paling menonjol adalah untuk keselamatan pasien, yang berkaitan dengan pencegahan kejadian efek samping obat (Bates, 2000, 2007 dalam Liu 2009).


                                                          DAFTAR PUSTAKA           
Dr. Sofyan A. Djalil.  2005. Teknologi Informasi  Untuk Kesehatan Sebagai Komunikasi Informasi Efektif Bagi Daerah. Jakarta (Http://Repository.Ui.Ac.Id/Dokumen/Lihat/3309.Pdf)

Hartono. 2010. Upaya Kesehatan Bersumber Daya Masyarakat dan Berbasis Teknologi (http://www.digital-sense.net/upaya-kesehatan-bersumber-daya-masyarakat-dan-berbasis-teknologi)

Hidayat , Taufik . 2011. Aplikasi Smartcard Berbasis Sistem Pelayanan Kesehatan
Di Indonesia. Jakarta.

Oberty, Elvy. Efektifitas Dalam Penerapan Teknologi Pda (Personal Digital Assistant) Di Pelayanan Keperawatan. Kepemimpinan Dan Manajemen Keperawatan. Jakarta. (http://pkko.fik.ui.ac.id/files/PENERAPAN%20TEKNOLOGI%20INFORMASI%20DI%20BIDANG%20KEPERAWATAN.pdf)

0 komentar:



Posting Komentar