Mitos Salah Tentang MSG, Fakta Ilmiah MSG Aman
Mitos yang selama ini dianut oleh masyarakat awam dan
sebagian klinisi atau dokter bahwa MSG berbahaya adalah salah. Ternyata
MSG atau vetsin aman untuk digunakan atau dikonsumsi dalam makanan
sehari-hari. Berbagai mitos tentang efek samping MSG tidak memiliki
bukti ilmiah yang kuat, sehingga seluruh badan pengawasan makanan dunia
masih menggolongkan MSG sebagai bahan yang “Generally Regarded as Safe”
(GRAS) dan tidak menentukan berapa batas asupan hariannya
MSG atau vetsin atau sering disebut micin bukanlah bumbu masak yang
sering dipakai sebagai penyedap. Manfaatnya sebagai sumber rasa gurih,
memang tidak terbantahkan. Namun bukan berartisecara terbuka diterima
dan bebas dari isu-isu negatif terutama bila dikaitkan dengan kesehatan.
MSG yang kita kenal Mono Sdium Glutamat pertama kali di Jepang pada
tahun 1909. Perusahaan pertama yang memproduksi secara massal adalah
Ajinomoto. Seiring berjalannya waktu dan kebutuhan masakan dari
masyarakat yang terus meninggkat, kemudian muncullah merk-merk dagang
MSG lainnya.
MSG berawal dari penelitian Prof. Kikunae Ikeda (1908) yang menemukan
bahwa Glutamat sumber rasa gurih (dalam bahasa jepang disebut umami)
saat itu berhasil mengisolasi glutamat dari kaldu rumput laut dari jenis
Kombu. Setahun kemudian Saburosuke Suzuki mengkomersialkan glutamat
yang diisolasi oleh Ikeda.
Kandungan MSG
MSG tersusun atas 78% Glutamat, 12% Natrium dan 10% air. Kandungan
glutamat yang tinggi itulah yang menyebabkan rasa gurih dalam segala
macam masakan. Glutamat itu sendiri termasuk dalam kelompok asam amino
non esensial penyusun protein yang terdap[at juga dalam bahan makanan
lain seperti daging, susu, keju, ASI dan dalam tubuh kita pun mengandung
glutamat. Di dalam tubuh, glutamat dari MSG dan dari bahan lainnyadapat
dimetabolime dengan baik oleh tubuh dan digunakan sebagai sumber energi
usus halus.
Senyawa ini adalah gabungan dari sodium/natrium (garam), asam amino
glutamate dan air. Penegas cita rasa gurih ini dibuat melalui proses
fermentasi tetes tebu oleh bakteri Brevi-bacterium lactofermentum yang
menghasilkan asam glutamat. Kemudian, dilakukan penambahan garam
sehingga mengkristal. Itu sebabnya, MSG sering ditemukan dalam bentuk
kristal putih.
Di Indonesia penggunaan MSG terbuat dari tetes tebu dan singkong
melalui proses fermentasi. Jika dirunut dari sejasrahnya, pada awalnya
MSG diambil dari rumput laut, kemudian diubah menggunakan sumberl lain
karena mengingat keterbatasan rumput laut ap[abila dip[akai terus
menerus akan menyebabkan kerusakan ekosistem laut.
Fakta bahwa MSG aman dikonsumsi dan tidak menimbulkan efek negatif
bagi kesehatan sayangnya tidak diketahui oleh banyak masyarakat. Hal ini
dikemukakan oleh sang Penemu MSG, pada dasarnya MSG diciptakan untuk
membantu penyerapan nutrisi makanan secara maksimal oleh tubuh.
Badan-badan kesehatan dunia saat ini seperti JEFCA (FAO+WHO khusus
bahan pangan), Komunitas Kesehatan Eropa, US FDA dan BPOM pun mengamini
hal tersebut, karena menyatakan aspek keamanan nya dan memberikan batas
asupan harian dalam penggunaan MSG adalah NOT SPECIFIED atau secukupnya.
Tidak ada penetapan angka dalam penggunaanyadalam mengkonsumsi MSG. Di
Amerika, pengunaan MSG dimasukan dalam kategori GRAS (Generally
Recognized as Safe) sama seperti penggunaan garam, gula dan soda kue
dalam pengguaanya.
Isu-isu negatif yang beredar tidak didasari oleh kajian-kajian ilmiah
yang diakui kredibilitasnya. Ada beberapa penelitian memvonis MSG
sebagai sumber penyakit ternyata menggunakan metode penelitian yang
rancu dan tidak relevan dalam pengguaan MSG dalam kehidupan sehari-hari.
Penemuan terbaru pada tahun 2007, menunjukan bahwa lidah dan lambung
memiliki reseptor glutamat. keberadaan resewptor ini membantu dalam
proses pencernaan dalam memperlancar proses pencernaan itu.
Penggunaan MSG dalam makanan pun dapat mengurangi konsumsi garam
dapur 20-40% dengantetap mempertahankan rasa enak dan lezat makanan
tersebut. Hal ini dapat membantu pengurangan resiko hip[ertensi dan
jantung dengan tetap memberikan rasa yang enak dalam masakan tersebut.
Hal yang menyebabkan hal negatif dalam penggunaan MSG karena ada
beberapa orang memiliki alergi terhadap bahan-bahan tertentu, hal ini
sama seperti alergi-alergi beberapa orang terhadap suatu hal tertentu
tertentu (alergi seafood, alergi susu, alergi debu, alergi serbuk bunga,
alergi bulu kucing-anjing dll). Oleh karena itu MSG mendapatkan cap
negatif bagi masyarakat, padahal pada dasarnya MSG sangat membantu
manusia dalam proses mencerna makanan secar maksimal. Perkembangan yang
lain yang perlu di catat adalah rasa gurih (umami-jepang versi) telah
diakui sebagai rasa dasar kelima selain manis, asin, asam dan pahit.
Mitos Salah Yang Terlanjur Dipercayai
Dalam laporannya pada FDA, FASEB mengemukakan fakta-fakta ilmiah sebagai berikut di bawah ini:
- MSG bukan menyebabkan timbulnya Chinese Restaurant Syndrome
- MSG dituduh sebagai biang keladi penyebab berbagai keluhan, yang disebut dengan istilah Chinese Restaurant Syndrome. Istilah ini berasal dari kejadian ketika seorang dokter di Amerika makan di restoran China, kemudian mengalami mual, pusing, dan muntah-muntah. Sindrom ini terjadi disinyalir lantaran makanan China mengandung banyak MSG. Laporan ini kemudian dimuat pada New England Journal of Medicine pada 1968.
- Secara lengkap, sindrom atau kumpulan gejala itu terdiri atas:
* Rasa terbakar di bagian belakang leher, lengan atas, dan dada
* Rasa penuh di wajah
* Nyeri dada
* Sakit kepala
* Mual
* Berdebar-debar
* Rasa kebas di belakang leher menjalar ke lengan dan punggung
* Rasa kesemutan di wajah, pelipis, punggung bagian atas, leher, dan lengan
* Mengantuk
* Lemah - Berbagai penelitian ilmiah selanjutnya tidak menemukan adanya kaitan antara MSG dengan sindrom restoran China ini. Faktanya, mungkin ada sekelompok kecil orang yang bereaksi negatif terhadap MSG sehingga mengalami hal-hal tersebut. Gejala Chinese Restaurant Syndrome amat mirip dengan gejala serangan jantung.
- Gejala Chineese Restaurant Syndrome ternyata juga mirip gejala reaksi simpanmg makanan atau gejala alergi. Ternyata alergi makanan dan hipersensitifitas makanan dapat menyebabkan gangguan semua organ tubuh termasuk gangguan pembuluh darah, otak, dan gangguan otot dan tulang.
- Penderita penyakit jantung yang mengkonsumsi makanan yang
mengandung MSG bisa terkecoh oleh gejala ini. Mereka bisa menyangka
telah terkena CRS padahal sebenarnya sedang terkena serangan jantung.
Peringatan bagi
penderita penyakit jantung! Namun belum jelas berapa persen dari penduduk yang mengalami hal ini. Selain itu, reaksi negatif MSG ini baru muncul bila orang tersebut makan sedikitnya 3 gram MSG tanpa makanan (dalam kondisi perut kosong). Keadaan ini bisa dikatakan sangat jarang terjadi, karena MSG biasanya dicampurkan ke dalam masakan. Selain itu, terdapat juga bahan makanan lain, terutama karbohidrat, yang dimakan bersamaan dengan MSG. - Apakah benar MSG menimbulkan sesak nafas pada penderita asma?
Sesak nafas pada penderita asma setelah mengonsumsi MSG mungkin terjadi bila penyakit asmanya tidak terkontrol atau tidak diobati sebagaimana mestinya. Sampai saat ini belum ada penelitian yang menyebutkan MSG sebagai peneyebab alergi. - Sementara untuk dugaan antara konsumsi MSG dengan timbulnya lesi (luka) pada otak, munculnya penyakit Alzheimer, Huntington Disease, amyotopic lateral sclerosis, dan penyakit kronis lainnya, FDA telah mengambil tindakan. Badan pengawas obat dan makanan Amerika Serikat ini telah meminta FASEB untuk menelaah ulang semua penelitian tentang efek kesehatan MSG.
- Laporan final FASEB diterbitkan dalam buku setebal 350 halaman untuk FDA pada tanggal 31 Juli 1995. Berdasarkan laporan ini, FDA berpendapat bahwa tidak ada bukti ilmiah apa pun yang membuktikan bahwa MSG atau glutamat menyebabkan lesi otak dan penyakit kronis.
Aman dikonsumsi
Tahun 1987, Joint Expert Committee on Food Additives (JECFA)
dari Badan Pangan Dunia milik PBB serta WHO, menempatkan MSG dalam
kategori bahan penyedap masakan yang aman dokonsumsi dan tidak
berpengaruh pada kesehatan tubuh. Pernyataan ini diperkuat oleh European Communities Scientific Committee for foods
pada tahun 1991. Selanjutnya, Badan Penagwas Obat dan Makanan Amerika
Serikat (FDA) pada tahun 1995 menyatakan bahwa MSG termasuk sebagai
bahan bumbu masakan, seperti halnya garam, merica, dan gula, sehingga
aman bagi tubuh.
- Untuk ibu hamil.
- Bukti klinis memang belum ada. Namun FDA mengganggap MSG aman-aman
saja buat ibu hamil. Belum terbukti ibu hamil yang mengonsumsi makanan
mengandung MSG akan melahirkan bayi yang mengalami gangguan kesehatan.
Penelitian baru dilakukan terhadap tikus hamil yang diberi MSG bubuk
dalam dosis tinggi, 4 mg/hari, yang hasilnya menunjukkan MSG mampu
menembus plasenta dan otak janin menyerap MSG dua kali lipat daripada
otak induknya. Sepuluh hari setelah lahir, anak-anak tikus ini lebih
rentan mengalami kejang dibanding dari induk yang tidak mengonsumsi
MSG. jadi mengingat apa pun yang masuk ke ibu akan diaslurkan oleh
plasenta ke janin, sebaiknya ibu hamil mengurangi konsumsi MSG.
- Untuk balita.
- Sama halnya dengan ibu hamil, seberapa gram persisnya MSG dapat
membahayakan kesehatan anak belum bias dibuktikan secara klinis. Namun,
melalui Peraturan Pemerintah Republik Indonesia 69/1999, Badan Pengawas
Obat dan MAkanan Indonesia melarang tegas penambahan MSG pada makanan
pendamping ASI maupun susu formula untuk menghindari risiko gangguan
kesehatan yang mungkin timbul, karena pencernaan anak-anak yang belum
kuat.
- Batas ambang konsumsi.
- Belum ada peraturan baku dunia, termasuk yang dikeluarkan oleh lembaga pangan dan kesehatan dunia (FAO dan WHO). Yang sudah bisa diketahui adalah titik optimal rasa gurih yang bisa dirasakan seseorang, yaitu maksimal 5 gram/hari. Dalam peraturan Menteri Kesehatan RI No.722/Menkes/Per/IX/88, penggunaan MSG dibatasi secukupnya, tidak boleh berlebihan. Sayangnya, tidak dijelaskan secara detail berapa gram/hari yang dianjurkan.
Prof Dr Ir H Hardinsyah MS, pakar nutrisi dari Institut Pertanian
Bogor memastikan bahwa masyarakat tak perlu takut menggunakan MSG
sebagai penyedap masakan. Berdasarkan penelitian dan pengujian, produk
ini terbukti aman dikonsumsi. MSG tersusun dari sodium (natrium),
glutamat, dan air yang merupakan unsur nutrisi bagi tubuh. ”Untuk
membuat MSG harus memakai gula. Glutamat, naturium, air, 3 komponen
pembuat MSG. Secara sains, tidak ada bukti alergi karena glutamat.
Glutamat ada banyak di tomat, keju, daging, atau ASI,” jelas Taro Komura
selaku President Director PT AJINOMOTO Sales Indonesia saat berbincang
dengan okezone di pabrik AJINOMOTO yang berlokasi di Mojokerto.
Menurut Taro, BPOM Indonesia sendiri juga menentukan batas penggunaan
MSG secukupnya. Sesuai dengan fungsinya sebagai bumbu masak yang
menyedapkan rasa. Batasan ini sama dengan penggunaan garam dan gula
dalam masakan. Ada tiga tempat produksi Ajimonomoto yang diperlihatkan.
Diawali dari Ajinex, di mana para tamu dapat melihat panel kontrol
pengendali proses MSG. Dilanjutkan dengan area penerimaan tetes tebu
yang merupakan bahan baku MSG. Lokasi berikutnya, MASAKO yang
memperlihatkan bahwa bumbu ini dibuat dari daging ayam dan daging sapi
asli, bukan hanya dari perasa daging. Tampak dari ruang kaca bagaimana
daging ayam dan daging sapi diterima setelah sebelumnya melalui proses
pengecekan kualitas oleh bagian QC. Selanjutnya daging sapi tersebut
digiling dan daging ayam direbus kemudian dipisahkan dari
tulang-tulangnya dan diolah menjadi bentuk butiran.
0 komentar:
Posting Komentar