Peranan dan Perkembangan
Teknologi Informasi dalam Sistem Informasi Kesehatan (SIK)
PAPER
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata
Kuliah : Teknologi Informasi (TI )
Dosen
Pengampu : Cahya Tri Purnami
Disusun
oleh :
Letisa
Azelia Astri (25010112130379)
Shofi
Nazilatur Rizqi (25010112130383)
Amalia
Jamil (25010112140384)
Octavia
Ayu Nur Wisenda (
25010112130386)
Dewi
Mahardika Sulistyaningsih (25010112140372)
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIERSITAS DIPONEGORO
UNIERSITAS DIPONEGORO
2013
Peranan dan Perkembangan
Teknologi Informasi dalam Sistem Informasi Kesehatan (SIK)
A. Pemanfaatan TI di Bidang Kesehatan
1.
Rekam medis Berbasis Komputer (Computer Based
Patient Record)
Salah satu tantangan besar dalam penerapan teknologi informasi dan komunikasi di rumah sakit adalah penerapan rekam medis berbasis komputer. Pengertian rekam medis berbasis komuter bervarisai, akan tetapi, secara prinsip adalah penggunaan database untuk mencatat semua data medis, demografis serta setiap event dalam mmanajemen pasien di rumah sakit. Rekam medis berbasis komputer akan menghimpun berbagai data klinis pasien baik yang berasal daarihasil pemeriksaan dokter, digitasi dari alat diagnosisi (EKG), radiologi, dll), konversi hasil pemeriksaan laboratorium maupun interpretasi klinis. Rekam medis berbasis komputer yang lengkap biasanya disertai dengan fasilitas pendukung keputusan(SPK) yang memungkinkan pemberian alert, reminder, bantuan diagnosis maupun terapi agar dokter maupun klinisi dapat mematuhi protokol klinik.
2.
Teknologi Penyimpan data Portabel
Salah satu aspek penting dalam pelayanan kesehatan yang menggunakan pendekatan rujukan (referral system) adalah continuity of care. Dalam konsep ini, pelayanan kesehatan di tingkat primer memiliki tingkat konektivitas yang tinggi dengan tingkat rujukan di atasnya. Salah satu syaratnya adalah adanya komunikasi data medis secara mudah dan efektif. Beberapa pendekatan yang dilakukan yaitu dengan menggunakan teknologi informasi adalah penggunaan smart card (kartu cerdas yang memungkinkan penyimpanan data yang bersifat sementara).
Aplikasi penyimpan
data portabel sederhana adalah bar code (atau kode batang). Kode batang ini
seudah jamak digunakan di kalangan industri sebagai penanda unik merek dagang
tertentu. Hal ini jelas sekali mempermudah supermarket dan gudang dalam
manajemen retail dan inventori. Food and Drug Administration (FDA) di AS telah
mewajibkan seluruh pabrik obat di AS untuk menggunakan barcode sebagai penanda
obat. Penggunaan bar code juga akan bermanfaat bagi apotik dan instalasi
farmasi di rumah sakitdalam mempercepat proses inventori. Selain itu,
penggunaan barcode juga dapat digunakan sebagai penanda unik pada kartu dan rekam
medis pasien.
Teknologi penanda unik yang sekarang semakin populer adalah RFID (Radio Frequency Identifier) yang memungkinkan pengidentifikasian identitas melalui radio frekuensi. Jika menggunakan barcode, rumah sakit masih memerlukan barcode reader, maaka penggunaan RFID akan mengeliminasi penggunaan alat tersebut. Setiap barang (misalnya obat ataupun berkas rekam medis) yang disertai dengan RFID akan mengirimkan sinyal terus menerus ke dalam database komputer. Sehingga pengidentifikasian akan berjalan secara otomatis.
Teknologi penanda unik yang sekarang semakin populer adalah RFID (Radio Frequency Identifier) yang memungkinkan pengidentifikasian identitas melalui radio frekuensi. Jika menggunakan barcode, rumah sakit masih memerlukan barcode reader, maaka penggunaan RFID akan mengeliminasi penggunaan alat tersebut. Setiap barang (misalnya obat ataupun berkas rekam medis) yang disertai dengan RFID akan mengirimkan sinyal terus menerus ke dalam database komputer. Sehingga pengidentifikasian akan berjalan secara otomatis.
3.
Teknologi Nirkabel
Pemanfaatan jaringan computer dalam
dunia medis sebenarnya sudah dirilis sejak hampir 40 tahun yang lalu. Pada
tahun 1976/1977, University of Vermon Hospital dan Walter Reed Army Hospital
mengembangkan local area network (LAN) yang memungkinkan pengguna dapat log on
ke berbagai komputer dari satu terminal di nursing station. Saat itu, media
yang digunakan masih berupa kabell koaxial. Saat ini, jaringan nirkabel menjadi
primadona karena pengguna tetap tersambung ke dalam jaringan tanpa terhambat
mobilitasnya oleh kabel. Melalui jaringan nirkabel, dokter dapat selalu
terkoneksi ke dalam database pasien tanpa harus terganggu mobilitasnya.
4.
Komputer Genggam (PDA/Personal Digital
Assistant)
Saat ini, penggunaan
komputer genggam (PDA) menjadi hal yang semakin lumrah di kalangan medis. Di
Kanada, limapuluh persen dokter yang berusia di bawah 35 tahun menggunakan PDA
karena dapat digunakan untuk menyimpan berbagai data klinis pasien, informasi
obat, maupun panduan terapi/penanganan klinis tertentu. Beberapa situs di
internet memberikan contoh aplikasi klinis yang dapat digunakan di PDA seperti
epocrates. Pemanfaatan PDA yang sudah disertai dengan jaringan telepon
memungkinkan dokter tetap dapat memiliki akses terhadap database pasien di
rumah sakit melalui jaringan internet. Salah satu contoh penerapan teknologi
telemedicine adalah pengiriman data radiologis pasien yang dapat dikirimkan
secara langsung melalui jaringan GSM. Selanjutnya dokter dapat memberikan
interpretasinya secara langsung PDA dan memberikan feedback kepada rumah sakit.
Gambar
1. PDA (Personal
Digital Assistant)
5.
Rekam Kesehatan
Elektronik/ Electronic Health Record (EHR)
Rekam
kesehatan elektronik sangat penting dalam adopsi HIT. Dokumen ini terdiri dari
profil kesehatan pribadi pasien yang mendokumentasikan riwayat medis pasien,
catatan perkembangan kesehatan seumur hidup pasien. Apabila pendokumentasian
dengan berbasis kertas, maka akan memiliki kekurangan dalam menyusun riwayat
seumur hidup pasien yang panjang, ambigu dalam proses pencatatan, data tidak
lengkap, fragmentasi dan tulisan tangan tidak terbaca (Dick & Steen, 1997
dalam Liu 2009).
EHR
dengan adopsi HIT akan memiliki kelebihan diantaranya komputer akan menyimpan
data informasi kesehatan tentang satu orang dan dapat dihubungkan oleh sebuah
identifier orang (Waegemann, 2002). Sedangkan dokumentasi EHR berbasis kertas
tidak hanya gagal untuk memenuhi kebutuhan untuk data instan tetapi juga
mengambil kelemahan disajikan dalam informasi kesehatan rekaman pasien,
misalnya: tidak ada struktur standar dan sulit untuk membaca tulisan tangan
(Walsh, 2004 dalam Liu 2009). Wang dkk, 2003 dalam Liu (2009), memberikan
kerangka untuk memperkirakan dampak keuangan dalam perbandingan antara EHR dan
catatan pasien berbasis kertas. Dilaporkan bahwa penyedia diperkirakan
bertambah 86.400 USD untuk menggunakan EHR dalam 5 - periode tahun dengan
berbasis kertas (Wang, et al., 2003). Millier et al. (2007) Informasi Kesehatan
dan Manajemen Sistem Masyarakat (HIMSS) mendefinisikan EHR pada situs web
mereka sebagai: “suatu catatan elektronik longitudinal informasi kesehatan
pasien yang dihasilkan oleh satu atau lebih pertemuan dalam pengaturan
pemberian perawatan. Termasuk dalam informasi ini adalah demografi pasien,
catatan perkembangan, masalah, obat-obatan, tanda-tanda vital, riwayat medis
masa lalu, imunisasi, data laboratorium dan laporan radiologi (HIMSS, 2006).
Definisi
dan penjelasan di atas menunjukkan bahwa EHR adalah alat yang memungkinkan
informasi kesehatan untuk disimpan dalam format elektronik dan memungkinkan
hanya pengguna yang berwenang yang dapat mengakses di beberapa lokasi, dan
real-time. Hal ini juga penting untuk dicatat bahwa beberapa istilah EHR
lainnya adalah seperti: Rekam Pasien Elektronik (EPR), Electronic Medical
Record (EMR), atau Komputer Berbasis Rekam Pasien (CPR). Meskipun terdapat
berbagai sinonim untuk EHR, secara harfiah EHR adalah istilah yang secara luas
dipakai oleh sebagian besar literature pada saat ini.
Singkatnya, EHR mendukung tidak
hanya catatan klinis, tetapi juga pengumpulan data untuk penggunaan seperti:
penagihan, manajemen mutu, pelaporan hasil, perencanaan sumber daya, dan
survailen kesehatan publik penyakit dan pelaporan. Namun, survei menunjukkan
bahwa sebagian besar EHR belum meluas untuk rawat inap dan rawat jalan (Ash
& Bates, 2005 dalam Liu 2009).
Gambar 2. EHR (Electronic Health Record)
6.
Komputerisasi
Masukan Order Dokter/ Computerized Physician Order Entry (CPOE)
Komputerisasi masukan order dokter/
CPOE adalah aplikasi yang umum ditemukan untuk HIT. Ini adalah sistem resep
obat elektronik yang digunakan pada waktu pengobatan, diperintahkan dan diisi.
Pemanfaatan CPOE dianggap dapat meningkatkan kualitas dengan standardisasi
proses dan dengan menyediakan bimbingan dokter yang merawat pasien (Kuperman
& Gibson, 2003 dalam Liu 2009). Misalnya, CPOE dapat memberikan peringatan
pada dosis obat ketika indikator tertentu keluar dari rentang yang ditetapkan
(Kuperman, et al., 2007). Meskipun ada berbagai fitur yang berhubungan dengan
sistem CPOE (misalnya, memesan, keselamatan pasien, penagihan), yang paling
menonjol adalah untuk keselamatan pasien, yang berkaitan dengan pencegahan kejadian
efek samping obat (Bates, 2000, 2007 dalam Liu 2009).
B.
Kendala Dan Dukungan Pemanfaatan TI Dalam SIK
Di Indonesia
a. Kendala
Pemanfaatan TI Dalam SIK Di Indonesia
Sistem
informasi kesehatan merupakan suatu pengelolaan informasi di seluruh seluruh
tingkat pemerintah secara sistematis dalam rangka penyelengggaraan pelayanan
kepada masyarakat. Peraturan perundang-undangan yang menyebutkan sistem
informasi kesehatan adalah Kepmenkes Nomor 004/Menkes/SK/I/2003 tentang
kebijakan dan strategi desentralisasi bidang kesehatan dan Kepmenkes Nomor
932/Menkes/SK/VIII/2002 tentang petunjuk pelaksanaan pengembangan sistem
laporan informasi kesehatan kabupaten/kota. Hanya saja dari isi kedua Kepmenkes
mengandung kelemahan dimana keduanya hanya memandang sistem informasi kesehatan
dari sudut padang menejemen kesehatan, tidak memanfaatkan state of the art
teknologi informasi serta tidak berkaitan dengan sistem informasi nasional.
Teknologi informasi dan komunikasi juga belum dijabarkan secara detail sehingga
data yang disajikan tidak tepat dan tidak tepat waktu.
Jaringan sistem pelayanan kesehatn
tersebut memerlukan sistem informasi yang saling mendukung dan terkait,
sehingga setiap kegiatan dan program kesehatan yang dilaksanakan dan dirasakan
oleh masyarakat dapat diketahui, difahami, diantisipasi dan di kelola dengan
sebaik-baiknya. Departemen Kesehatan telah membangun sistem informasi kesehatan
yang disebut SIKNAS yang melingkupi sistem jaringan informasi kesehatan mulai
dari kabupaten sampai ke pusat. Namun demikian dengan keterbatasan sumberdaya
yang dimiliki, SIKNAS belum berjalan sebagaimana mestinya. Dengan demikian
sangat dibutuhkan sekali dibangunnya sistem informasi kesehatan yang
terintegrasi baik di dalam sektor kesehatan (antar program dan antar jenjang),
dan di luar sektor kesehatan, yaitu dengan sistem jaringan informasi pemerintah
daerah dan jaringan informasi di pusat. Kendalanya saat ini dapat digambarkan
sebagai berikut :
1. Masing-masing
program memiliki sistem informasi sendiri yang belum terintegrasi. Sehingga
bila diperlukan informasi yang menyeluruh diperlukan waktu yang cukup lama.
2. Terbatasnya
perangkat keras (hardware) dan perangkat lunak (software) di berbagai jenjang,
padahal kapabilitas untuk itu dirasa memadai.
3. Terbatasnya
kemampuan dan kemauan sumber daya manusia untuk mengelola dan mengembangkan
sistem informasi
4. Masih
belum membudayanya pengambilan keputusan berdasarkan data/informasi.
5. Belum
adanya sistem pengembangan karir bagi pengelola sistem informasi, sehingga
seringkali timbul keengganan bagi petugas untuk memasuki atau dipromosikan
menjadi pengelola sistem informasi
b. Dukungan
Pemanfaatan TI Dalam SIK Di Indonesia
Rendahnya kualitas ketersediaan data, informasi dan
pengetahuan sektor kesehatan suatu negara, mendesak dibentuknya suatu
infrastruktur informasi kesehatan nasional. Konektivitas dan manajemen
pengetahuan menjadi penting untuk meningkatkan status kesehatan dan sistem
kesehatan yang lebih baik.
Meningkatkan status kesehatan di suatu negara tentunya
membutuhkan kerjasama bidang-bidang manajemen kesehatan personal (individu),
pelayanan kesehatan (praktisi klinis), kesehatan masyarakat, dan penelitian
yang terkait kesehatan. Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi (information
and communication technologies/ICT) di beberapa negara maju memberikan
pengalaman positif terhadap kesehatan.
Dengan TI, dunia kesehatan
mampu:
1.
Memberikan
informasi dan pelatihan tingkat lanjut bagi dunia pendidikan (situs tenaga
kerja kesehatan, pembelajaran jarak jauh).
2. Meningkatkan pelayanan kesehatan dan manajemen bencana
(pemetaan bencana dan kerusakan infrastrukturnya, pemanfaatan PDA [Personal
Digital Assistant] di klinik).
3. Meningkatkan pelayanan kesehatan publik melalui
transparansi dan efisiensi (situs informasi kesehatan, konsultasi via email,
tender kesehatan)
Gambaran perkembangan sistem informasi kesehatan di
negara berkembang tersebut mengalami beberapa masalah mendasar:
1.
Infrastruktur
fisik yang belum adekuat
2.
Akses
mayoritas populasi terhadap teknologi kesehatan masih kurang
3.
Kurangnya
kemampuan penggunaan teknologi kesehatan
Memberikan pendidikan bagi profesional kesehatan dalam
penggunaan teknologi kesehatan dan menyediakan akses serta konektivitasnya
diharapkan akan mampu mengurangi kesenjangan teknologi bidang kesehatan.
Pengembangan teknologi kesehatan membutuhkan biaya
yang tidak sedikit. Sebagai sebuah investasi, diperlukan perencanaan yang
matang. Dengan adanya pusat pendidikan informatika kesehatan/kedokteran/sistem
informasi manajemen kesehatan (UI, Undip, UGM), suatu upaya strategis untuk
menciptakan infrastruktur informasi kesehatan nasional sedang dijalani.
Pengembangan sistem informasi instansi kesehatan,
sistem informasi rumah sakit, sistem informasi klinis, sistem informasi
farmasi, sistem informasi pendidikan kesehatan, dan sejenisnya diharapkan akan
lebih terpacu dan mampu menghubungkan keinginan serta kebutuhan para pengguna
maupun pengembang. Yang paling mengetahui masalah di lapangan seyogyanya adalah
pelaku kesehatan sendiri, sehingga jika para pengembang mau dan mampu
mempelajari sistem kesehatan kita, mengapa tidak orang kesehatan sendiri yang
mencoba memahami teknologinya.
C. Pemanfaatan TI Di Bidang Kesehatan
Smart Card
Tuntutan yang dihadapi dunia
industri jasa saat ini adalah menciptakan sistem pelayanan terhadap publik yang
memberikan kemudahan dalam tukar-menukar informasi, transaksi, dengan tingkat keamanan
yang tinggi. Faktor-faktor tersebut memegang peranan penting dalam kelangsungan
hidup industri karena berpengaruh langsung pada mutu produk atau layanan yang
diberikan.
Perkembangan
tehnologi menjadikan layanan kesehatan
masyarakat menggunakan
sarana elektronik untuk memperoleh, menggunakan, memelihara, dan
menyimpan informasi
kesehatan pasien. Format Electronic Data: Smart
card dapat meningkatkan
kinerja fungsi inti kesehatan
masyarakat
Gambar 3.
Smart Card
Smart card atau sering juga disebut
ICC (Integrated Circuit Card)adalah kartu plastik yang berukuran sama dengan
kartu kredit yang di dalamnya terdapat chip silikon yang disebut
microcontroller. Chip merupakan rangkaian terintegrasi (integratedcircuit) yang
terdiri dari prosesor dan memori. Chip, seperti layaknya CPU (Central
Processing Unit) di komputer, bertugas melaksanakan perintah dan menyediakan
power ke smart card.
Selama
ini media yang digunakan untuk menyimpan data rekam medis dan riwayat kesehatan
pasien adalah berupa kertas, karena mudah digunakan, biaya relatif murah, dan
cukup tahan lama. Namun, masalah muncul karena sifat desentralisasi, adanya
fragmentasi catatan kesehatan pasien, dan ketidak lengkapan informasi
menimbulkan halangan bagi tenaga kesehatan profesional dalam memberikan
pelayanan kesehatan (Mandl, K. et al., 2001). Sebuah catatan medis elektronik (smart health card system)
merupakan solusi yang ditawarkan karena dianggap memiliki potensi untuk
memecahkan masalah diatas.
Kebutuhan setiap manusia yang
cenderung ingin praktis serta keinginan untuk memanfaatkan teknologi
secara maksimal namun tetap efektif dan efisien membuat teknologi berkembang
dengan cepat. Smart card adalah
salah satu bukti implementasi teknologi terkini yang multifungsi, efektif dan
efisien. Konsep Smart card awalnya
lahir di tahun 1970-an, tapi butuh beberapa tahun, sampai pertengahan 1980-an,
untuk bisa dilaksanakan. Smart card adalah teknologi yang relatif baru
yang telah digunakan dalam perawatan kesehatan dalam beberapa waktu terakhir. Smart
card seukuran kartu kredit dengan chip komputer tertanam didalamnya, di
mana ada sejumlah besar informasi yang tersimpan, tetapi juga menyediakan
fungsi kriptografi untuk mengenkripsi dan menandatangani data yang dapat
disimpan dengan aman di luar chip. Hal ini diasumsikan untuk memungkinkan
menambahkan sejumlah aplikasi baru, misalnya, menyimpan data medis darurat pada
kartu, link resep elektronik. Kapasitas smart card untuk menyimpan
informasi telah meningkat menjadi 800 halaman yang bisa dicetak
Perkembangan tehnologi menjadikan layanan kesehatan
masyarakat semakin menggunakan sarana elektronik untuk memperoleh, menggunakan,
memelihara, dan menyimpan informasi kesehatan pasien. Format Electronic Data (Smart
card) dapat meningkatkan kinerja fungsi inti kesehatan masyarakat. Studi
Raymond, B. and C. Dold, 2001 menunjukkan smart card juga meningkatkan
efisiensi, meminimalkan kesalahan medis, dan meningkatkan kepuasan pasien dan
dokter, tetapi berpotensi mengancam privasi karena mereka dapat dengan mudah diduplikasi
dan dikirim ke orang yang tidak berhak atas informasi tersebut. Meskipun
pelanggaran terhadap keamanan terjadi, data elektronik dapat lebih baik aman
daripada catatan kertas, karena otentikasi, otorisasi, audit, dan akuntabilitas
terfasilitasi.
a.
Keuntungan
Menggunakan Smartcard
1.
Lebih handal daripada kartu magnetik (kartu
magnetik)
Kehandalan
dari smartcard disebabkan oleh proteksi terhadap keamanan data yang disimpan.
Keamanannya tidak hanya tergantung pada chip, namun juga keseluruhan system
termasuk aplikasi serta proses pembuatan dari smartcard itu sendiri.
Chip menjamin keamanan data yang disimpan di dalam smartcard disebabkan
adanya mekanisme enkripsi sehingga tidak mudah dibaca oleh pihak yang tidak
berwenang.
2.
Lebih banyak menyimpan informasi
daripada kartu magnetik.
Kapasitas
memori dari smartcard lebih besar dibanding kartu magnetik. Smartcard
mempunyai ukuran memory bermacam-macam, misalnya dari 1 Kbyte (CP1 dari
ASE(Alladin Smartcard Environment)), 2 Kbyte (CC1 dari ASE(Alladin Smartcard
Environment)), 22 Kbyte (JavaCard) dan 31 Kbyte(MSC0402 dari Motorola). Selain
berisi informasi, smartcard juga berisi sistem operasi yang
mengendalikan seluruh proses yang terjadi di smartcard.
3. Lebih
sulit untuk ditiru daripada kartu
magnetik
Kartu
magnetik mempunyai pita magnetik pada permukaaannya. Peng-copy-an
terhadap kartu magnetik dilakukan dengan meng-copy pita magnetik
tersebut ke kartu lain. Pada smartcard peng-copy-an terhadap
kartu sulit dilakukan, ini disebabkan karena setiap kartu memiliki nomor seri
yang unik, tidak ada 2 buah kartu yang memiliki nomor seri yang sama. Jika pengaman
dari kartu dilakukan dengan menghitung hash dari nomor seri kartu, maka peng-copy-an
kartu tidak mungkin dilakukan.
4.
Dapat melakukan banyak fungsi di berbagai
area industri
Walapun
kartu magnetik telah banyak dimanfaatkan di berbagai sektor, misalnya sektor
perbankan dan sektor telekomunikasi, tetapi fungsi yang dapat dilakukan
terbatas atau disebut single function. Karena keistimewaan yang dimiliki
oleh smartcard, yaitu dalam hal kapasitas simpan dan kemampuan untuk
melakukan proses, smartcard menawarkan skema multi-function,
yaitu satu kartu untuk berbagai layanan.
5.
Selalu mengalami evolusi (sesuai dengan
perkembangan chip komputer dan memori).
Smartcard
mempunyai
standar mikroprosesor 8-bit, namun saat ini mulai dikembangkan mikroprosesor
32-bit yang mempunyai keuntungan, yaitu memungkinkan melakukan pemrograman
dengan menggunakan bahasa tingkat tinggi dan meningkatkan kekuatan komputasi
untuk fungsi matematika yang kompleks. Dan yang paling penting, peningkatan
MIPS (million instruction per second) memungkinkan industri smartcard
memanfaatkan kemajuan teknologi biometri dan kriptografi.
b. Kelemahan
Menggunakan Smartcard
Mengkritisi
penggunaan smart card lebih mengarah pada kemampuannya untuk
melindungi privacy informasi medis pasien. Sebagai data base berbasis
komputerisasi online memungkinkan terjadinya akses dari orang yang tidak
bertanggung jawab.
Kelemahan menggunakan Smart card kebanyakan berkaitan dengan
penyalahgunaan teknologi dan menggunakan informasi untuk tujuan terlarang. Beberapa
hambatan mengenai Smart
card yang dilaporkan diantaranya termasuk kualitas, keamanan,akuntabilitas, dan privasi (Healy, 2004).
Krysztoforski dan Evers, 1994 dalam tulisannya Are Patient Smart Cards the Right Way to Go mengungkapkan bahwa
orang-orang selalu merancang cara merusak kartu karena teknologi tidak bisa
membuat orang yang berperilaku secara bertanggung jawab.
Serbia,2003 dalam its in the card hospital and health networks
mengungkapkan banyak pertanyaan tentang keamanan informasi dan bagaimana rumah
sakit akan menunjukkan kepatuhan, beberapa maslah yang diungkapka
diantaranya masalah antara komputer
sering menyebabkan seluruh sistem crash.
Dengan demikian teknologi Smart card
belum mendapatkan popularitas karena kurangnya standar (Dash,2001). Meskipun
demikian aplikasi penggunaan Smart card sudah dilaksanakan dalam skala besar terutama di
Eropa (Coile, 2002), namun
penerimaannya belum mendapat dukungan yang penuh di pasaran
luas (Chan et al., 2001).
DAFTAR
PUSTAKA
Dedy
Pamungkas. Aplikasi Smart Card Sebagai Kartu Pra Bayar Internet. Semarang .(http://eprints.undip.ac.id/25775/1/ML2F099589.pdf)
Hidayat , Taufik . 2011. Aplikasi Smartcard
Berbasis Sistem Pelayanan Kesehatan
Di Indonesia. Jakarta.
Wardani Arsyad. 2012. Smart Healt Card Sistem Sebagai Trend Dan Issue Berisiko Terhadap Privacy. Jakarta(http://kesehatan.kompasiana.com/medis/2012/11/13/smart-healt-card-sistem-sebagai-trend-dan-issue-berisiko-terhadap-privacy-kajian
kerahasian-informasi-kesehatan-di-era-digital-507823.html)
0 komentar:
Posting Komentar