Peranan dan Perkembangan Teknologi Informasi dalam Sistem Informasi Kesehatan (SIK)



Peranan dan Perkembangan Teknologi Informasi dalam Sistem Informasi Kesehatan (SIK)

PAPER
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Teknologi Informasi (TI )
Dosen Pengampu : Cahya Tri Purnami



 





 
                                                       Disusun oleh :
                      Letisa Azelia Astri                            (25010112130379)
                      Shofi Nazilatur Rizqi                         (25010112130383)
                     Amalia Jamil                                     (25010112140384)
                      Octavia Ayu Nur Wisenda              ( 25010112130386)
                     Dewi Mahardika Sulistyaningsih   (25010112140372)



                       FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
                                 UNIERSITAS DIPONEGORO
  2013



Peranan dan Perkembangan Teknologi Informasi dalam Sistem Informasi Kesehatan (SIK)

A.   Pemanfaatan TI di Bidang Kesehatan

1.             Rekam medis Berbasis Komputer (Computer Based Patient Record)

          Salah satu tantangan besar dalam penerapan teknologi informasi dan komunikasi di rumah sakit adalah penerapan rekam medis berbasis komputer. Pengertian rekam medis berbasis komuter bervarisai, akan tetapi, secara prinsip adalah penggunaan database untuk mencatat semua data medis, demografis serta setiap event dalam mmanajemen pasien di rumah sakit. Rekam medis berbasis komputer akan menghimpun berbagai data klinis pasien baik yang berasal daarihasil pemeriksaan dokter, digitasi dari alat diagnosisi (EKG), radiologi, dll), konversi hasil pemeriksaan laboratorium maupun interpretasi klinis. Rekam medis berbasis komputer yang lengkap biasanya disertai dengan fasilitas pendukung keputusan(SPK) yang memungkinkan pemberian alert, reminder, bantuan diagnosis maupun terapi agar dokter maupun klinisi dapat mematuhi protokol klinik.

2.             Teknologi Penyimpan data Portabel

        Salah satu aspek penting dalam pelayanan kesehatan yang menggunakan pendekatan rujukan (referral system) adalah continuity of care. Dalam konsep ini, pelayanan kesehatan di tingkat primer memiliki tingkat konektivitas yang tinggi dengan tingkat rujukan di atasnya. Salah satu syaratnya adalah adanya komunikasi data medis secara mudah dan efektif. Beberapa pendekatan yang dilakukan yaitu dengan menggunakan teknologi informasi adalah penggunaan smart card (kartu cerdas yang memungkinkan penyimpanan data yang bersifat sementara).
Aplikasi penyimpan data portabel sederhana adalah bar code (atau kode batang). Kode batang ini seudah jamak digunakan di kalangan industri sebagai penanda unik merek dagang tertentu. Hal ini jelas sekali mempermudah supermarket dan gudang dalam manajemen retail dan inventori. Food and Drug Administration (FDA) di AS telah mewajibkan seluruh pabrik obat di AS untuk menggunakan barcode sebagai penanda obat. Penggunaan bar code juga akan bermanfaat bagi apotik dan instalasi farmasi di rumah sakitdalam mempercepat proses inventori. Selain itu, penggunaan barcode juga dapat digunakan sebagai penanda unik pada kartu dan rekam medis pasien.
Teknologi penanda unik yang sekarang semakin populer adalah RFID (Radio Frequency Identifier) yang memungkinkan pengidentifikasian identitas melalui radio frekuensi. Jika menggunakan barcode, rumah sakit masih memerlukan barcode reader, maaka penggunaan RFID akan mengeliminasi penggunaan alat tersebut. Setiap barang (misalnya obat ataupun berkas rekam medis) yang disertai dengan RFID akan mengirimkan sinyal terus menerus ke dalam database komputer. Sehingga pengidentifikasian akan berjalan secara otomatis.

3.             Teknologi Nirkabel

          Pemanfaatan jaringan computer dalam dunia medis sebenarnya sudah dirilis sejak hampir 40 tahun yang lalu. Pada tahun 1976/1977, University of Vermon Hospital dan Walter Reed Army Hospital mengembangkan local area network (LAN) yang memungkinkan pengguna dapat log on ke berbagai komputer dari satu terminal di nursing station. Saat itu, media yang digunakan masih berupa kabell koaxial. Saat ini, jaringan nirkabel menjadi primadona karena pengguna tetap tersambung ke dalam jaringan tanpa terhambat mobilitasnya oleh kabel. Melalui jaringan nirkabel, dokter dapat selalu terkoneksi ke dalam database pasien tanpa harus terganggu mobilitasnya.

4.             Komputer Genggam (PDA/Personal Digital Assistant)

Saat ini, penggunaan komputer genggam (PDA) menjadi hal yang semakin lumrah di kalangan medis. Di Kanada, limapuluh persen dokter yang berusia di bawah 35 tahun menggunakan PDA karena dapat digunakan untuk menyimpan berbagai data klinis pasien, informasi obat, maupun panduan terapi/penanganan klinis tertentu. Beberapa situs di internet memberikan contoh aplikasi klinis yang dapat digunakan di PDA seperti epocrates. Pemanfaatan PDA yang sudah disertai dengan jaringan telepon memungkinkan dokter tetap dapat memiliki akses terhadap database pasien di rumah sakit melalui jaringan internet. Salah satu contoh penerapan teknologi telemedicine adalah pengiriman data radiologis pasien yang dapat dikirimkan secara langsung melalui jaringan GSM. Selanjutnya dokter dapat memberikan interpretasinya secara langsung PDA dan memberikan feedback kepada rumah sakit.

pda.jpg 




                                                                        Gambar 1. PDA (Personal Digital Assistant)


5.             Rekam Kesehatan Elektronik/ Electronic Health Record (EHR)
       Rekam kesehatan elektronik sangat penting dalam adopsi HIT. Dokumen ini terdiri dari profil kesehatan pribadi pasien yang mendokumentasikan riwayat medis pasien, catatan perkembangan kesehatan seumur hidup pasien. Apabila pendokumentasian dengan berbasis kertas, maka akan memiliki kekurangan dalam menyusun riwayat seumur hidup pasien yang panjang, ambigu dalam proses pencatatan, data tidak lengkap, fragmentasi dan tulisan tangan tidak terbaca (Dick & Steen, 1997 dalam Liu 2009).
       EHR dengan adopsi HIT akan memiliki kelebihan diantaranya komputer akan menyimpan data informasi kesehatan tentang satu orang dan dapat dihubungkan oleh sebuah identifier orang (Waegemann, 2002). Sedangkan dokumentasi EHR berbasis kertas tidak hanya gagal untuk memenuhi kebutuhan untuk data instan tetapi juga mengambil kelemahan disajikan dalam informasi kesehatan rekaman pasien, misalnya: tidak ada struktur standar dan sulit untuk membaca tulisan tangan (Walsh, 2004 dalam Liu 2009). Wang dkk, 2003 dalam Liu (2009), memberikan kerangka untuk memperkirakan dampak keuangan dalam perbandingan antara EHR dan catatan pasien berbasis kertas. Dilaporkan bahwa penyedia diperkirakan bertambah 86.400 USD untuk menggunakan EHR dalam 5 - periode tahun dengan berbasis kertas (Wang, et al., 2003). Millier et al. (2007) Informasi Kesehatan dan Manajemen Sistem Masyarakat (HIMSS) mendefinisikan EHR pada situs web mereka sebagai: “suatu catatan elektronik longitudinal informasi kesehatan pasien yang dihasilkan oleh satu atau lebih pertemuan dalam pengaturan pemberian perawatan. Termasuk dalam informasi ini adalah demografi pasien, catatan perkembangan, masalah, obat-obatan, tanda-tanda vital, riwayat medis masa lalu, imunisasi, data laboratorium dan laporan radiologi (HIMSS, 2006).
       Definisi dan penjelasan di atas menunjukkan bahwa EHR adalah alat yang memungkinkan informasi kesehatan untuk disimpan dalam format elektronik dan memungkinkan hanya pengguna yang berwenang yang dapat mengakses di beberapa lokasi, dan real-time. Hal ini juga penting untuk dicatat bahwa beberapa istilah EHR lainnya adalah seperti: Rekam Pasien Elektronik (EPR), Electronic Medical Record (EMR), atau Komputer Berbasis Rekam Pasien (CPR). Meskipun terdapat berbagai sinonim untuk EHR, secara harfiah EHR adalah istilah yang secara luas dipakai oleh sebagian besar literature pada saat ini.
Singkatnya, EHR mendukung tidak hanya catatan klinis, tetapi juga pengumpulan data untuk penggunaan seperti: penagihan, manajemen mutu, pelaporan hasil, perencanaan sumber daya, dan survailen kesehatan publik penyakit dan pelaporan. Namun, survei menunjukkan bahwa sebagian besar EHR belum meluas untuk rawat inap dan rawat jalan (Ash & Bates, 2005 dalam Liu 2009).
EHR.jpg
Gambar 2. EHR (Electronic Health Record)
6.           Komputerisasi Masukan Order Dokter/ Computerized Physician Order Entry (CPOE)
Komputerisasi masukan order dokter/ CPOE adalah aplikasi yang umum ditemukan untuk HIT. Ini adalah sistem resep obat elektronik yang digunakan pada waktu pengobatan, diperintahkan dan diisi. Pemanfaatan CPOE dianggap dapat meningkatkan kualitas dengan standardisasi proses dan dengan menyediakan bimbingan dokter yang merawat pasien (Kuperman & Gibson, 2003 dalam Liu 2009). Misalnya, CPOE dapat memberikan peringatan pada dosis obat ketika indikator tertentu keluar dari rentang yang ditetapkan (Kuperman, et al., 2007). Meskipun ada berbagai fitur yang berhubungan dengan sistem CPOE (misalnya, memesan, keselamatan pasien, penagihan), yang paling menonjol adalah untuk keselamatan pasien, yang berkaitan dengan pencegahan kejadian efek samping obat (Bates, 2000, 2007 dalam Liu 2009).
                                                                                                                          
B.    Kendala Dan Dukungan Pemanfaatan TI Dalam SIK Di Indonesia
a.    Kendala  Pemanfaatan TI Dalam SIK Di Indonesia
Sistem informasi kesehatan merupakan suatu pengelolaan informasi di seluruh seluruh tingkat pemerintah secara sistematis dalam rangka penyelengggaraan pelayanan kepada masyarakat. Peraturan perundang-undangan yang menyebutkan sistem informasi kesehatan adalah Kepmenkes Nomor 004/Menkes/SK/I/2003 tentang kebijakan dan strategi desentralisasi bidang kesehatan dan Kepmenkes Nomor 932/Menkes/SK/VIII/2002 tentang petunjuk pelaksanaan pengembangan sistem laporan informasi kesehatan kabupaten/kota. Hanya saja dari isi kedua Kepmenkes mengandung kelemahan dimana keduanya hanya memandang sistem informasi kesehatan dari sudut padang menejemen kesehatan, tidak memanfaatkan state of the art teknologi informasi serta tidak berkaitan dengan sistem informasi nasional. Teknologi informasi dan komunikasi juga belum dijabarkan secara detail sehingga data yang disajikan tidak tepat dan tidak tepat waktu.
Jaringan sistem pelayanan kesehatn tersebut memerlukan sistem informasi yang saling mendukung dan terkait, sehingga setiap kegiatan dan program kesehatan yang dilaksanakan dan dirasakan oleh masyarakat dapat diketahui, difahami, diantisipasi dan di kelola dengan sebaik-baiknya. Departemen Kesehatan telah membangun sistem informasi kesehatan yang disebut SIKNAS yang melingkupi sistem jaringan informasi kesehatan mulai dari kabupaten sampai ke pusat. Namun demikian dengan keterbatasan sumberdaya yang dimiliki, SIKNAS belum berjalan sebagaimana mestinya. Dengan demikian sangat dibutuhkan sekali dibangunnya sistem informasi kesehatan yang terintegrasi baik di dalam sektor kesehatan (antar program dan antar jenjang), dan di luar sektor kesehatan, yaitu dengan sistem jaringan informasi pemerintah daerah dan jaringan informasi di pusat. Kendalanya saat ini dapat digambarkan sebagai berikut :


1.    Masing-masing program memiliki sistem informasi sendiri yang belum terintegrasi. Sehingga bila diperlukan informasi yang menyeluruh diperlukan waktu yang cukup lama.
2.    Terbatasnya perangkat keras (hardware) dan perangkat lunak (software) di berbagai jenjang, padahal kapabilitas untuk itu dirasa memadai.
3.    Terbatasnya kemampuan dan kemauan sumber daya manusia untuk mengelola dan mengembangkan sistem informasi
4.    Masih belum membudayanya pengambilan keputusan berdasarkan data/informasi.
5.    Belum adanya sistem pengembangan karir bagi pengelola sistem informasi, sehingga seringkali timbul keengganan bagi petugas untuk memasuki atau dipromosikan menjadi pengelola sistem informasi
b.    Dukungan  Pemanfaatan TI Dalam SIK Di Indonesia
Rendahnya kualitas ketersediaan data, informasi dan pengetahuan sektor kesehatan suatu negara, mendesak dibentuknya suatu infrastruktur informasi kesehatan nasional. Konektivitas dan manajemen pengetahuan menjadi penting untuk meningkatkan status kesehatan dan sistem kesehatan yang lebih baik.
Meningkatkan status kesehatan di suatu negara tentunya membutuhkan kerjasama bidang-bidang manajemen kesehatan personal (individu), pelayanan kesehatan (praktisi klinis), kesehatan masyarakat, dan penelitian yang terkait kesehatan. Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi (information and communication technologies/ICT) di beberapa negara maju memberikan pengalaman positif terhadap kesehatan.
Dengan TI, dunia kesehatan mampu:
1.     Memberikan informasi dan pelatihan tingkat lanjut bagi dunia pendidikan (situs tenaga kerja kesehatan, pembelajaran jarak jauh).
2.     Meningkatkan pelayanan kesehatan dan manajemen bencana (pemetaan bencana dan kerusakan infrastrukturnya, pemanfaatan PDA [Personal Digital Assistant] di klinik).
3.     Meningkatkan pelayanan kesehatan publik melalui transparansi dan efisiensi (situs informasi kesehatan, konsultasi via email, tender kesehatan)
Gambaran perkembangan sistem informasi kesehatan di negara berkembang tersebut mengalami beberapa masalah mendasar:
1.      Infrastruktur fisik yang belum adekuat
2.      Akses mayoritas populasi terhadap teknologi kesehatan masih kurang
3.      Kurangnya kemampuan penggunaan teknologi kesehatan
Memberikan pendidikan bagi profesional kesehatan dalam penggunaan teknologi kesehatan dan menyediakan akses serta konektivitasnya diharapkan akan mampu mengurangi kesenjangan teknologi bidang kesehatan.
Pengembangan teknologi kesehatan membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Sebagai sebuah investasi, diperlukan perencanaan yang matang. Dengan adanya pusat pendidikan informatika kesehatan/kedokteran/sistem informasi manajemen kesehatan (UI, Undip, UGM), suatu upaya strategis untuk menciptakan infrastruktur informasi kesehatan nasional sedang dijalani.
Pengembangan sistem informasi instansi kesehatan, sistem informasi rumah sakit, sistem informasi klinis, sistem informasi farmasi, sistem informasi pendidikan kesehatan, dan sejenisnya diharapkan akan lebih terpacu dan mampu menghubungkan keinginan serta kebutuhan para pengguna maupun pengembang. Yang paling mengetahui masalah di lapangan seyogyanya adalah pelaku kesehatan sendiri, sehingga jika para pengembang mau dan mampu mempelajari sistem kesehatan kita, mengapa tidak orang kesehatan sendiri yang mencoba memahami teknologinya.

C.   Pemanfaatan TI Di Bidang Kesehatan

Smart Card

Tuntutan yang dihadapi dunia industri jasa saat ini adalah menciptakan sistem pelayanan terhadap publik yang memberikan kemudahan dalam tukar-menukar informasi, transaksi, dengan tingkat keamanan yang tinggi. Faktor-faktor tersebut memegang peranan penting dalam kelangsungan hidup industri karena berpengaruh langsung pada mutu produk atau layanan yang diberikan.
Perkembangan tehnologi menjadikan layanan kesehatan masyarakat menggunakan sarana elektronik untuk memperoleh, menggunakan, memelihara, dan menyimpan informasi kesehatan pasien. Format Electronic Data: Smart card dapat meningkatkan kinerja fungsi inti kesehatan masyarakat
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjKzLdwtvyjfC-f_QREXMh0eEBZJliTonaj-cEW5T-8OtiScnof_rG3HGecIL8GZHxLdI7lZTLzFd1pDQIUUnIUhnDaVeEpviXrf1Ml3m5i65Fsh20O9YVfXb9UbIlsj3VFvDYtBWrybQQF/s1600/smart_card.jpghttps://encrypted-tbn3.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcTXOacs4v4QRyktSlaafwY-YiVla6GprE2w_ReU28IVSgKxl5F2
Gambar 3. Smart Card

Smart card atau sering juga disebut ICC (Integrated Circuit Card)adalah kartu plastik yang berukuran sama dengan kartu kredit yang di dalamnya terdapat chip silikon yang disebut microcontroller. Chip merupakan rangkaian terintegrasi (integratedcircuit) yang terdiri dari prosesor dan memori. Chip, seperti layaknya CPU (Central Processing Unit) di komputer, bertugas melaksanakan perintah dan menyediakan power ke smart card.

Kebutuhan setiap manusia yang cenderung ingin praktis serta keinginan untuk memanfaatkan teknologi secara maksimal namun tetap efektif dan efisien membuat teknologi berkembang dengan cepat. Smart card adalah salah satu bukti implementasi teknologi terkini yang multifungsi, efektif dan efisien. Konsep Smart card awalnya lahir di tahun 1970-an, tapi butuh beberapa tahun, sampai pertengahan 1980-an, untuk bisa dilaksanakan. Smart card adalah teknologi yang relatif baru yang telah digunakan dalam perawatan kesehatan dalam beberapa waktu terakhir. Smart card seukuran kartu kredit dengan chip komputer tertanam didalamnya, di mana ada sejumlah besar informasi yang tersimpan, tetapi juga menyediakan fungsi kriptografi untuk mengenkripsi dan menandatangani data yang dapat disimpan dengan aman di luar chip. Hal ini diasumsikan untuk memungkinkan menambahkan sejumlah aplikasi baru, misalnya, menyimpan data medis darurat pada kartu, link resep elektronik. Kapasitas smart card untuk menyimpan informasi telah meningkat menjadi 800 halaman yang bisa dicetak
Perkembangan tehnologi menjadikan layanan kesehatan masyarakat semakin menggunakan sarana elektronik untuk memperoleh, menggunakan, memelihara, dan menyimpan informasi kesehatan pasien. Format Electronic Data (Smart card) dapat meningkatkan kinerja fungsi inti kesehatan masyarakat. Studi Raymond, B. and C. Dold, 2001 menunjukkan smart card juga meningkatkan efisiensi, meminimalkan kesalahan medis, dan meningkatkan kepuasan pasien dan dokter, tetapi berpotensi mengancam privasi karena mereka dapat dengan mudah diduplikasi dan dikirim ke orang yang tidak berhak atas informasi tersebut. Meskipun pelanggaran terhadap keamanan terjadi, data elektronik dapat lebih baik aman daripada catatan kertas, karena otentikasi, otorisasi, audit, dan akuntabilitas terfasilitasi.
a.      Keuntungan Menggunakan Smartcard
1.    Lebih handal daripada kartu magnetik (kartu magnetik)
Kehandalan dari smartcard disebabkan oleh proteksi terhadap keamanan data yang disimpan. Keamanannya tidak hanya tergantung pada chip, namun juga keseluruhan system termasuk aplikasi serta proses pembuatan dari smartcard itu sendiri. Chip menjamin keamanan data yang disimpan di dalam smartcard disebabkan adanya mekanisme enkripsi sehingga tidak mudah dibaca oleh pihak yang tidak berwenang.
2.    Lebih banyak menyimpan informasi daripada kartu magnetik.
Kapasitas memori dari smartcard lebih besar dibanding kartu magnetik. Smartcard mempunyai ukuran memory bermacam-macam, misalnya dari 1 Kbyte (CP1 dari ASE(Alladin Smartcard Environment)), 2 Kbyte (CC1 dari ASE(Alladin Smartcard Environment)), 22 Kbyte (JavaCard) dan 31 Kbyte(MSC0402 dari Motorola). Selain berisi informasi, smartcard juga berisi sistem operasi yang mengendalikan seluruh proses yang terjadi di smartcard.
3.    Lebih sulit untuk ditiru daripada kartu magnetik
Kartu magnetik mempunyai pita magnetik pada permukaaannya. Peng-copy-an terhadap kartu magnetik dilakukan dengan meng-copy pita magnetik tersebut ke kartu lain. Pada smartcard peng-copy-an terhadap kartu sulit dilakukan, ini disebabkan karena setiap kartu memiliki nomor seri yang unik, tidak ada 2 buah kartu yang memiliki nomor seri yang sama. Jika pengaman dari kartu dilakukan dengan menghitung hash dari nomor seri kartu, maka peng-copy-an kartu tidak mungkin dilakukan.
4.    Dapat melakukan banyak fungsi di berbagai area industri
Walapun kartu magnetik telah banyak dimanfaatkan di berbagai sektor, misalnya sektor perbankan dan sektor telekomunikasi, tetapi fungsi yang dapat dilakukan terbatas atau disebut single function. Karena keistimewaan yang dimiliki oleh smartcard, yaitu dalam hal kapasitas simpan dan kemampuan untuk melakukan proses, smartcard menawarkan skema multi-function, yaitu satu kartu untuk berbagai layanan.
5.    Selalu mengalami evolusi (sesuai dengan perkembangan chip komputer dan memori).
Smartcard mempunyai standar mikroprosesor 8-bit, namun saat ini mulai dikembangkan mikroprosesor 32-bit yang mempunyai keuntungan, yaitu memungkinkan melakukan pemrograman dengan menggunakan bahasa tingkat tinggi dan meningkatkan kekuatan komputasi untuk fungsi matematika yang kompleks. Dan yang paling penting, peningkatan MIPS (million instruction per second) memungkinkan industri smartcard memanfaatkan kemajuan teknologi biometri dan kriptografi.
b. Kelemahan Menggunakan Smartcard
Mengkritisi penggunaan smart card  lebih mengarah pada kemampuannya untuk melindungi privacy informasi medis pasien. Sebagai data base berbasis komputerisasi online memungkinkan terjadinya akses dari orang yang tidak bertanggung jawab.
Kelemahan menggunakan Smart card kebanyakan berkaitan dengan penyalahgunaan teknologi dan menggunakan informasi untuk tujuan terlarang. Beberapa hambatan mengenai Smart card yang dilaporkan diantaranya termasuk kualitas, keamanan,akuntabilitas, dan privasi (Healy, 2004). Krysztoforski dan Evers, 1994 dalam tulisannya Are Patient Smart Cards the Right Way to Go mengungkapkan bahwa orang-orang selalu merancang cara merusak kartu karena teknologi tidak bisa membuat orang yang berperilaku secara bertanggung jawab.
Serbia,2003 dalam its in the card hospital and health networks mengungkapkan banyak pertanyaan tentang keamanan informasi dan bagaimana rumah sakit akan menunjukkan kepatuhan, beberapa maslah yang diungkapka diantaranya  masalah antara komputer sering menyebabkan seluruh sistem crash. Dengan demikian teknologi Smart card belum mendapatkan popularitas karena kurangnya standar (Dash,2001). Meskipun demikian aplikasi penggunaan Smart card sudah dilaksanakan dalam skala besar terutama di Eropa (Coile, 2002), namun penerimaannya belum mendapat dukungan yang penuh di pasaran luas (Chan et al., 2001).


                                                                       











DAFTAR PUSTAKA


Dedy Pamungkas. Aplikasi Smart Card Sebagai Kartu Pra Bayar Internet. Semarang .(http://eprints.undip.ac.id/25775/1/ML2F099589.pdf)
Hidayat , Taufik . 2011. Aplikasi Smartcard Berbasis Sistem Pelayanan Kesehatan
Di Indonesia. Jakarta.
Wardani Arsyad. 2012. Smart Healt Card Sistem Sebagai Trend Dan Issue Berisiko Terhadap Privacy. Jakarta(http://kesehatan.kompasiana.com/medis/2012/11/13/smart-healt-card-sistem-sebagai-trend-dan-issue-berisiko-terhadap-privacy-kajian kerahasian-informasi-kesehatan-di-era-digital-507823.html)


0 komentar:



Posting Komentar